Welcome

Sabtu, 08 Mei 2010

CERPENKU

MENGABAIKAN NASEHAT IBU

Pagi itu merupakan awal hariku di stasiun Jatinegara . Aku merasa sedih meninggalkan kota Jakarta yang aku suka. Karena di kota itu tersimpan berbagai pengalamanku yang menarik. Ketika itu aku bersama ibuku sedang menunggu kereta jurusan kota Purwokerto, tempat dimana aku tinggal. Kakak perempuanku bersama suaminya yang mengantarkan kami. Waktu itu aku ingin sekali membeli kue kesukaanku, yaitu kue lemper.

"Bu, aku beli kue lemper ya bu, soalnya aku kepengin."

"Buat apa? Kamukan udah bawa jajan banyak." jawab ibuku.

" Buat dimakan di kereta ya bu."

"Ya ampun.. ini tuh keretanya bentar lagi dateng. Kalo kamu ketinggalan gimana? Jangan minta yang aneh-aneh deh!"

"Bener kata ibu de, keretanya itu bentar lagi dateng. Ngga usah kebanyaken minta deh!" sahut kakakku perempuanku, mba Dian dengan kesal. Sementara itu kakak iparku, mas Komar hanya terdiam, tidak ikut campur seperti kakakku.

"Bu, masa aku ngga boleh beli kue lemper, akukan kepengin."

"Bukannya ngga boleh, masalahnya bentar lagi keretanya dateng. Ibu itu takut kamu ketinggalan keretanya."

"Tapi bu, masa ibu tega sama aku." mataku mulai berkaca-kaca sambil memohon kepada ibuku.

"Ya udalah sana, kalo memang kamu pingin banget." dengan terpaksa Ibu membiarkan aku pergi.

"Akhirnya nanti aku bisa makan kue lemper." harapku dalam hati

"Ade kalo mau beli kue sama mas Komar lho!" lanjut mba Dian

Aku dan mas Komar mulai berangkat mencari toko yang menjual jajanan kesukaanku itu. Setibanya di toko yang jaraknya lumayan jauh tetapi masih di dalam area stasiun, kami menemukan apa yang aku cari. Mas Komar bertanya kepada penjual.

"Bang, kue lempernya ada ngga?" tanya mas Komar.

"Oh, kue lemper. Tuh di depan tuh." sahut penjual sambil menunjuk ke arah kuenya.

"Memang mau beli berapa pak?" tanya si penjual.

"Berapa yah?" pikir mas Komar.

"Satunya berapa bang?" Tanya mas Komar.

"Seribu."

'Ya udah deh bang, beli lima ya bang."

"Mas, kok lama banget ya?" tanyaku dengan rasa tak sabar.

"Ya sebentar dibayar dulu."

Mas Komar mengambil uang dari dompetnya yang ada di saku. Tiba-tiba terdengar suara peluit yang bertanda kereta sudah datang. Aku dan mas Komar kaget mendengar suara itu.

"Ya Allah! jangan-jangan itu keretanya udah deteng lagi." bisik mas Komar dengan lirih.

"Bang, maaf ya ngga jadi beli soalnya keretanya udah dateng . Ini saya juga lagi cepet-cepet takut ketinggalan kereta. "

"Yaahh, Bapak." keluh si penjual kue.

"Ayo de!" sambil menarik dan menggandeng tanganku.

Aku sangat merasa kesal karena tidak jadi membeli kue lemper. Padahal waktu itu aku ingin sekali makan kue itu. Rasanya aku inigin marah pada mas Komar, tapi aku tidak bisa mengungkapkannya karena aku takut karena waktu itu raut wajahnya tampak memanas. Dengan bergerak sangat cepat kita menuju ke tempat dimana Ibu dan kakakak perempuanku menunggu. Namun, setibanya di sana mereka sudah tidak ada.

"Huh," keluhku

Tak lama peluit kedua berbunyi, yang bertanda kereta akan mulai berjalan lagi.

"Aduh keretanya udah mau jalan." seru mas Komar.

Aku tak mampu berkata apa-apa. Aku hanya terdiam. Hatiku mulai merasa tidak enak, jantungku mulai berdetak semakin kencang. Aku takut kalau tidak jadi pulang ke Purwokerto dan tidak bisa betemu Ibuku dalam waktu yang cukup lama.

Dengan segera kami berlari untuk memasuki gerbong keretanya. Dan untungnya kami berhasil sampai di sana. Itu karena keretanya belum melaju dengan cepat.

"Nanti kamu nyari Ibu dari gerbong ini sampe ke depan yah." dengan tegasmas Komar memberiku pengarahan sebelun turun.

"Mas Komar ngga bisa nemenin kamu nyari Ibu soalnya mas mau pulang. Mas takut kebawa ke Purwokerto. Kalo mas kelamaan di sini keretanya makin cepet nanti malah mas ngga bisa turun. Hati-hati yah, salam buat Ibu, bilangin maaf kalo mas ngga bisa nganterin kamu."

"Yah." jawabku dengan lirih.

Aku mulai berpikir sejenak apa yang pertama kali harus aku lakukan, sementara mas Komar sudah turun. Meskipun ia turun di tempat yang agak jauh dari stasiun.

"Ini semua gara-gara aku! Coba aku tadi ndengerin kata Ibu supaya jangan beli kue lemper, pasti ngga aku bakal kaya gini." penyesalanku dalam hati sambil berjalan menelusuri gerbong.

Perasaanku mulai semakin tidak enak. Keringat mulai memenuhi tubuhku. Tanganku dingin. Aku bingung dan gugup. Kepalaku menengok ke kanan dan kiri sambil menyari siapa tahu ada Ibuku.

"Ya Allah, apa yang harus aku lakukan? Bantu hamba ya Allah buat nemuin Ibu." doaku dalam hati.

"Pasti Ibu cemas. Apa mungkin nanti Ibu akan memarahiku?" tanyaku dalam hati.

"Hari ini adalah hari terburukku. Seharusnya tadi aku menurut apa kata Ibu. Aku telah mengabaikan nasehat Ibu. Ughh, buat apa aku terus menyesal ngga ada gunanya. Lebih baik sekarang aku nyari Ibu lagi. Aku harus semangat karena aku yakin Ibu pasti ada di sini, ngga mungkin Ibu balik lagi ke Jakarta."

"Wah, aku kenal." mataku mulai berkaca-kaca.

"Ibu, akhirnya ketemu juga." aku segera mendekati Ibuku.

"Ya ampun. Kamu tuh dari tadi kemana aja? Ibu sama mba Dian di stasiun nyarin kamu. Ibu takut kalo kamu ketinggalan keretanya."

"Maaf, Bu." jawabku dengan menyesal.

"Terus tadi kamu kesininya gimana?" tanya Ibuku.

"Tadi sama mas Komar. Waktu nyampe kedalem kereta mas Komar langsung turun. Tadi ada salam dari mas Komar Bu."

"Tadi Ibu cemas banget. Ibu kira kamu udah ketinggalan kereta. Ibu itu bingung, kalo kamu ngga sama Ibu nanti kamu gimana. Coba tadi kamu ndengerin apa yang Ibu bilang."

"Maaf ya Bu, aku memang salah," mataku mulai berkaca-kaca lagi.

" Ya sudah, laen kali kamu ndengerin apa kata Ibu yah."

"Iya bu,"

"Jangan nangis dong, masa kaya gitu nangis sih. Ibu Cuma ngasih tau kamu, Ibu ngga marah sama kamu." sambil mengelus-elus kepalaku.

Aku mengusap air mata yang menetes di wajahku. Hari itu menjadi hari yang berharga bagiku. Dan aku mulai menenangkan diriku. Kemudian aku menempati tempat dudukku. Di sebelahku duduk seorang wanita tua yang nampak ramah. Aku mencoba untuk menyapanya.

"Nenek rumahnya dimana?" tanyaku dengan hati-hati.

Sudah cukup lama aku menunggu jawaban dari nenek tua itu. Karena aku tak sabar kemudian aku bertanya lagi.

"Apakah nenek juga akan ke Purwokerto?"

Dan sudah cukup lama aku menunggunya lagi tapi tak dijawab juga. Aku belum puas kemudian aku coba bertanya lagi.

"Apakah nenek sakit?"

Tetap saja tidak dijawab. Kemarahanku mulai memeuncak karena setiap kali aku bertanya, nenek itu tak pernah menjawabku. Hingga akhirnya aku bertanya untuk yang terakhir kalinya

"Mengapa nenek dari tadi tidak menjawabku apakah aku salah?"

"Huhh, aku tak mau lagi bertanya pada nenek itu. Ditanya baik-baik malah ngga dijawab. Lebih baik aku tidur saja." ucapku dalam hati dengan kesal.

Mulanya aku hanya istirahat sambil menutup mataku, tapi tak sadar aku tertidur. Aku tidur selama perjalanan, ini muangkin karena aku sangat lelah.

"Ade, ayo bangun ade. Kita udah mau sampai." seru Ibuku sambil menggoyang-goyangkan tubuhku.

"Iya Bu." jawabku sambil menegakkan badan dan menguap.

"Ayo bawa tasnya, udah sampai nih."

Terdengar suara peluit tenda kereta berhenti. Semua orang antri berdesak-desakan untuk turun. Aku memijakkan kakiku di kota Purwokerto untuk yang pertama setelah dua minggu aku di Jakarta. Rasanya senang dapat kembali setelah berpetualang dengan kisahku.

"Ibu kita pulang naek apa?" tanyaku penasaran

"Udah nanti aja, sekarang ikutin Ibu dulu."

"Memangnya mau kemana Bu?"

Tampak dari jauh pintu keluar stasiun. Dan terlihat petugas stasiun kereta api yang sibuk memeriksa kembali karcis para penumpang.

"Ibu mana karcisnya?" tanya petugas yang menjaga.

"Ini pak,"

"Oh ya, silahkan Bu."

"Terima kasih."

Setelah keluar.

"Ibu, kita jadinya naek apa?"

Mendekati mobil berwana jingga dengan tulisan nama jurusan.

"Nah kita naek angkot saja ya de,"

"Ah Ibu, ngga asik." keluhku

Meskipun aku pulang naik angkutan umum yang penuh dan sesak, aku masih beruntung karena Ibuku ada bersamaku. Aku tak mau membayangkan lagi jika aku sendiri. Itu membuatku menderita. Yang penting aku bisa sampai di Purwokerto bersama Ibuku dengan selamat.